Jejak Sejarah dan Budaya Kampung Arab (2) *Miliki Ribuan Musala




ANDY SATRIA/RADAR SURABAYA
WILAYAH KAMPUNG ARAB: Kawasan Wisata Religi Sunan Ampel ini merupakan bagian dari kawasan kampung Arab di Surabaya, Rabu (9/3).
=========

*Jejak Sejarah dan Budaya Kampung Arab (2)
Berdiri Puluhan Musala yang Lengkap dengan Usaha Bisnisnya


Mendengar kata ‘Arab’ selalu identik dengan masyarakat dan kebudayaan negara Timur Tengah itu. Nah, itupula yang terlihat di kampung Arab yang berada di dua kecamatan, yakni Pabean Cantikan dan Semampir. Dengan wilayah seluas sekitar satu kilometer persegi, sejarah dan peradaban baru masyarakat  Arab tercipta di kawasan Surabaya Utara tersebut.

============
Umi Hany Akasah
Wartawan Radar Surabaya

Ibarat kampung mandiri, kampung Arab yang dimulai dari mengitari Jalan KH Mas Mansyur, Jalan Ampel, Jalan Panggung, Jalan  Sasak, Jalan  Pabean, Jalan  Ketapang, Jalan Kalimas, dan lainnya itu memang sangat spesial. Hanya memiliki luas kurang lebih 1 kilometer (km) persegi yang dimulai dari titik nol Masjid Sunan Ampel, kampung Arab memiliki sejarah, kebudayaan, perekonomian yang maju hingga kini. Faktanya, masih banyak bangunan kuno dan kebudayaan yang masih mengakar di kampung tersebut.
Ketua Komunitas Arab Surabaya Abdullah Al Batati menjelaskan bila kampung Arab bisa disebut kampung mandiri. Sebab, selain memiliki kebudayaan unik dibandingkan wilayah Surabaya lainnya, kampung Arab ini memiliki tingkat perekonomian yang cukup tinggi. “Jika kampung sepanjang satu km ini diisolasi, Insya Allah kami bisa bertahan,” jelas Abdullah Rabu (9/3).
Maklum saja, sepanjang sejarah kota Surabaya, kampung Arab memang memiliki keistimewaan. Menjadi pusat perdagangan dan perkembangan religi, kampung Arab memiliki beberapa keistimewaan daripada wilayah lainnya. Di kampung yang Arab memiliki tiga pasar yakni Pasar Peguruan, Pasar Pabean, dan Pasar Kambing. Selain itu, ada dua rumah sakit (RS) ternama, yakni RS Al-Irsyad dan RS Muhammdyah. Memiliki dua sungai yakni Sungai Nyamplungan dan Sungai Kalimas.
Abdullah menambahkan, di kampung Arab juga ada sekitar sembilan bangunan yang dijadikan cagar budaya. Di antaranya adalah Hotel Kemadjoen, Langgar Bafadol, Masjid Sunan Ampel, RS AL-Irsyad, dan  lain-lainnya. Pusat stok beras terlama ada di kampung itu. “Di sini ada 100 toko lebih, mulai dari toko baju, toko parfum, buku dan lainnya. Semua bisnis ada kecuali bisnis gadai handphone. Tidak tahu kenapa, pastinya masyarakat disini tidak ada yang membuka bisnis gadai handphone,” jelasnya.
Pria yang juga anggota Forum Komunikasi Pengelola Wisata Surabaya itu menyatakan identik dengan kampung saudagar dari Timur Tengah, kampung Arab memang memiliki tingkat religi yang cukup tinggi. Hal itu diketahui dari banyaknya jumlah langgar atau musala yang ada di kawasan itu. Diperkirakan ada 50 lebih musala yang ada di kampung tersebut. “Sejarahnya, dulu santri Sunan Ampel membuka musala di sekitar kampung,” ujar dia. 
Untuk menyokong musala tersebut, biasanya di sekitar musala terdapat usaha bisnisnya. Sehingga, kebutuhan musala dipasok dari usaha tersebut. “Kebutuhan musala dapat dari usaha bisnis tersebut, jadi tidak pernah musala di sini membebankan masyarakat sekitar,” kata Abdullah. (*)

0 komentar: