Mengenal Epilepso
Mengenal
Epilepsi (1)
Penyakit
epilepsi atau yang dikenal ayan masih dianggap penyakit menular yang
membayakan. Padahal, epilepsi yang sering ditandai dengan kejang-kejang itu
adalah penyakit akibat dari aktivitas listrik episodik abnornal di otak
manusia. Bagaimana epileksi terjadi pada
seseorang?
Di
masa lalu, epilepsi telah distigma sebagai penyakit yang harus, dijauhi, atau
bahkan dipenjarakan. Ini dikarenakan, epilepsi dianggap penyakit menular dan
membayakan kepada orang lain dan diri sendiri. Di WHO, dari 1000 orang sebanyak
8 orang mengalami kasus epilepsi. Semenatara mayoritas penderita epilepsi berumur
10 hingg 30 tahun.
Dr
Candy Laurenz, SpS Mkes, QIA, Spesialis Saraf RSAH menjelaskan epilepsi adalah gangguan
pelepasan aliran listrik dalam otak, secara mendadak dan berlebihan yang terjadi
tiba-tiba dan berulang. “Bisa terjadi pada sebagian atau seluruh bagian otak,
sehingga menyebabkan kejang sampai berkelanjutan atau hanya pada bagian tubuh
tertentu,” katanya.
Ada beberapa penyebab epilepsi yang terjadi pada manusia. Yakni, kondisi ini bisa terjadi bila ibu saat hamil mengalami infeksi, demam tinggi atau malnutrisi. Proses persalinan yang sulit, bayi kurang atau telat bulan, juga dapat menyebabkan otak janin kekurangan zat asam. Gangguan otak janin seperti infeksi atau radang selaput otak, cedera akibat benturan fisi, inveksi otak, tumor otak, kelainan pembuluh darah pada otak, kelainan bawaan atau genetik dan metabolik. “Sebanyak 60% kejadian epilepsi belum diketahui penyebabnya atau idiopatik,” jelasnya.
Menurut alumnus faskultas kedokteran Univesitas Hasanudin (Unhas) ini, ada beberapa ciri klinis epilepsi kambuh. Diantaranya, gangguan motorik yang ditandai dengan kejang-kejang, lalu gangguan sensoris yang ditandai dengan timbulnya penderita mencium sesuatu aneh. Gangguan vegetatif yang ditandai dengan pencernaan terganggu seperti ngompol, berak dan lain-lainnya. Terakhir gangguan psikis, dengan ciri-ciri penderita mudah marah, berubah sikap, diam tanpa sebab dan lain-lainnya. “Belum tentu munculnya epilepsi karena kejang-kejang, bisa saja orang itu langsung diam-diam mendadak, kayak orang bengong gitu,” ucapnya.
Ada beberapa penyebab epilepsi yang terjadi pada manusia. Yakni, kondisi ini bisa terjadi bila ibu saat hamil mengalami infeksi, demam tinggi atau malnutrisi. Proses persalinan yang sulit, bayi kurang atau telat bulan, juga dapat menyebabkan otak janin kekurangan zat asam. Gangguan otak janin seperti infeksi atau radang selaput otak, cedera akibat benturan fisi, inveksi otak, tumor otak, kelainan pembuluh darah pada otak, kelainan bawaan atau genetik dan metabolik. “Sebanyak 60% kejadian epilepsi belum diketahui penyebabnya atau idiopatik,” jelasnya.
Menurut alumnus faskultas kedokteran Univesitas Hasanudin (Unhas) ini, ada beberapa ciri klinis epilepsi kambuh. Diantaranya, gangguan motorik yang ditandai dengan kejang-kejang, lalu gangguan sensoris yang ditandai dengan timbulnya penderita mencium sesuatu aneh. Gangguan vegetatif yang ditandai dengan pencernaan terganggu seperti ngompol, berak dan lain-lainnya. Terakhir gangguan psikis, dengan ciri-ciri penderita mudah marah, berubah sikap, diam tanpa sebab dan lain-lainnya. “Belum tentu munculnya epilepsi karena kejang-kejang, bisa saja orang itu langsung diam-diam mendadak, kayak orang bengong gitu,” ucapnya.
Pria
asal Makasar itu menambahkan, timbulnya
epilepsi yang dialami penderita umumnya tidak diniati, namun terjadi secara
tiba-tiba dan berlangsung singkat serta akan berulang dengan kondisi yang sama.
“Kecuali dengan kondisi tertentu,”
ucapnya
Dipaparkanya,
ada beberapa faktor pencetus epilepsi diantaranya, kuarng tidur, stress emosional, infeksi, obat-obat tertentu, alkohol,
perubahan hormonal, terlalu lelah danfotosensitif.. Misalnya saja, tiba-tiba orang kejang dan
kepalanya bergoyang-goyang sendiri, lalu beberapa menit sembuh dan diam.
Sebagai
contoh, penderita dengan epilepsi baca utama mengalami kejang dipicu dengan
membaca. Epilepsi fotosensitif dapat terbatas pada kejang dipicu oleh lampu
berkedip. Pencetus lain dapat memicu kejang epilepsi pada penderita yang
dinyatakan akan rentan terhadap kejang spontan. Misalnya, anak-anak dengan
epilepsi pada membaca tidak dapat menerima hiperventilasi. “Jadi yang perlu
saya tegaskan disini, epilepsi bukan penyakit menular atau kerasukan setan.
Tapi murni penyakit gangguan listrik di otak,” pungkasnya.
0 komentar: