Jejak Sejarah dan Budaya Kampung Arab (4)

Foto : UMI HANY AKASAH
TETAP TERAWAT: Bangunan tampak depan sekolah Belanda untuk orang Arab yang didirikan tahun 1915 di Jalan KH. Mas Mansyur nomor 200-202, kemarin (11/3). Salah satu interior di dalam rumah yang tetap terjaga hingga kini (foto inzet).

======

Jejak Sejarah dan Budaya Kampung Arab (4)
Bekas Sekolah Belanda untuk Warga Arab Kini Makin Eksotis

Sembilan cagar budaya masih berdiri kokoh di kawasan kampung Arab. Sebagian merupakan fasilitas umum seperti sekolah maupun Masjid Ampel. Sisanya, dikelola oleh keluarga atau privasi. Kendati demikian, bukan berarti cagar budaya yang ditempati warga itu tidak terawat. Sebaliknya, bangunan justru makin eksotis dan terjaga.
========
Umi Hany Akasah
Wartawan Radar Surabaya

Salah satunya adalah sekolah Belanda untuk orang Arab yang ada sejak tahun 1915-an. Bangunan berkarakter negeri kincir angin itu masih berdiri kokoh di Jalan KH. Mas Mansyur nomor 200-202. Kini, rumah seluas 40x30 meter itu ditempati oleh keluarga Arab kaya raya bernama Oesman Nabhan.
Keluarga pemilik rumah, Mustofa Oesman Nabhan menyatakan sejak yahun 1974, bangunan tersebut sudah dalam pengelolaan keluarganya. “Usai Jepang pergi dari Indonesia, rumah itu rusak parah karena tidak ada yang merawat. Akhirnya, keluarga Oesman Nabhan ini membelinya sekitar Rp 20 jutaan,” kata Mustofa ditemui di pusat bisnis kitabnya di Jalan Panggung.
Untuk bisa masuk ke rumah itu memang cukup sulit karena pihak keluarga sedang ke luar kota. Dari luar, bangunan memang tampak megah dengan arsitektur bangunan Belanda yang kuat meski umurnya sudah ratusan tahun lamanya. Pagar bewarna hijau dengan tembok kuning bewarna emas menambah kesan klasik rumah itu. Terlebih, di dalam rumah megah itu terdapat dua atap berbentuk segitiga yang di tengah-tengahnya berdiri atap kecil dengan bentuk sama. Di lantai satu, ada sekitar enam jendela rumah itu berbentuk setengah lingkaran dan ada pula satu lingkaran. Ventilasi udara tampak terbuka di rumah itu karena di lantai tampak beberapa jendela berbentuk persegi panjang. Di dalam rumah itu, Mustofa bercerita ada delapan kamar dengan ukuran yang cukup besar. Satu kamar luasannya bisa mencapai 4x5 meter. Desain ornamennya masih asli dengan dominan warna hijau. Lantainya masih terbuat dari tekel dengan desain bunga dan kemudian dindingnya berhiasakan motif bunga dan daun. Plafon rumah juga masih lama dan terbuat dari kayu jati dengan desain garis-garis dan segitiga.
Pihak keluarga tidak pernah mengubah bentuk bangunan. Ketika membeli dalam keadaan rusak, pihak keluarga hanya membenahi rumah itu dengan mengecatnya kembali. “Renovasi bertahap. Tidak langsung bagus gitu,” tandasnya.
Padahal, sebelum rumah itu dibeli oleh keluarganya, kondisi rumah itu sangat mengerikan. Plafon dan temboknya rusak parah. Karena memang sebelum kepemilikan di tangan keluarganya, rumah itu jadi markas Koramil. Tentara Indonesia menempati rumah itu usai pemerintah Jepang berkuasa. Dimana, pada zaman Belanda atau sekitar tahun 1915, rumah itu adalah sekolah setara SD milik Belanda yang dibuat untuk warga Arab. “Kurikulumnya pakai kurikulum Belanda. Tapi, setelah Jepang datang, sekolah itu dibiarkan saja dan akhirnya ditempati koramil. Sekarang rumah itu milik keluarga Oesman Nabhan,” pungkasnya.

0 komentar: