Jejak Sejarah dan Budaya Kampung Arab (5)
*Jejak Sejarah dan Budaya Kampung Arab (5)
Hotel Kemadjoen Jadi Penyokong Utama Yayasan Al-Irsyad
Hasil pusat bisnis dan industri di kawasan kampung Arab disalurkan untuk kepentingan agama, seperti pendidikan dan tempat peribadatan. Seperti keuntungan dari hotel tertua di kampung ini, yakni Hotel Kemadjoen.
Umi Hany Akasah
Wartawan Radar Surabaya
Hotel Kemadjoen yang berdiri di Jl KH. Mas Mansyur sejak 1924 ini yang didirikan oleh delapan tokoh Arab menjadi penyokong utama pendidikan yayasan Al-Irsyad hingga sekarang.
Delapan tokoh arab itu adalah Sajid Rubaja bin Mubarak bin Thalib, Sajid Usman bin Mohamad Bachmad al-Amudi, Sajid Salim bin Awad Basjmeleh, Sajid Abdurahman bin Awad Basjmeleh, Sajid Salim bin Saad bin Nabhan, Sajid Ahmad bin Saad bin Nabhan, Sajid Salim bin Ahmad Basjarahil, Sajid Abubakar bin Ahmad Basjarahil. Para pendiri hotel bernuansa warna hijau tersebut tertera di marmer putih yang menempel di lobi hotel.
"Seluruh keuntungan hotel untuk sekolah Al-Irsyad," jelas Ketua Komunitas Arab Surabaya, Abdullah Al Batati.
Dilihat dari luar, hotel itu memang tampak lebar dibandingkan dengan bangunan lainnya. Terdiri dari dua lantai, terlihat jelas tulisan 'Hotel Kemadjoen 1928' di bangunan depan.
Lobi hotel berada di sebelah kiri. Bentuk lobi sangat simple seperti penjaga. Sebelah kanan terdapat tumpukan kardus barang.
Abdullah menjelaskan barang-barang itu adalah milik penyewa kamar. "Mayoritas yang nginep di hotel ini dari luar pulau. Kalau tidak ke ziarah ya sebagian dari mereka kulakan barang di Surabaya," kata dia. Biasanya, usai kulakan di pusat pusat perdagangan di Surabaya Utara, baik di kawasan Sunan Ampel maupun di Pasar Kapasari, para pembeli meminta penjual untuk mengirimkan barangnya ke Hotel Kemadjoen. Setelah itu, biasanya pedagang meminta ekspedisi untuk mengirim ke tempat mereka.
Sekilas, hotel tua itu memang seperti pesantren atau asrama. Di ruang utama pas depan lobi terdapat menara berbentuk segitiga kecil dengan keramik bewarna hijau. Ada 29 kamar dengan berbagai macam ukuran, dari 3x5 meter, 4x5 meter, dan lainnya. Di depan kamar terdapat musala kecil dengan bentuk minimalis.
Menurut Abdullah, meski kondisi tidak semewah hotel-hotel berbintang seperti di Surabaya namun hotel itu yak pernah sepi pengunjung. Sebab, harga hotel itu sangat murah. Beberapa pengunjung pun merasa tenang dan nyaman bisa menginap di hotel tersebut.
Anas Marzuki, pedagang asal Ternate, mengakui kalau setiap enam bulan sekali selalu ke Surabaya untuk belanja dagangan. "Selalu nginap di hotel sini, suansana tenang. Kalau mau ke Ampel dekat," kata Anas. (*)
0 komentar: