Jejak Sejarah dan Budaya Kampung Arab (3)

Langgar Wakaf Bafadol, Bukti Ratu Wilhelmina Hormati Keberagaman

Keberadaan cagar budaya di kampung arab memiliki makna sendiri. Selain bukti, bangunan zaman dulu memiliki karakter dan pondasi kuat. Namun, bangunan menunjukkan keberagamaan dan toleransi beragama. Seperti yang ditunjukkan Langgar Wakaf Bafadol Jl Panggung.

Umi Hany Akasah
Wartawan Radar Surabaya

Memasuki gerbang bertulisan ‘Kawasan Wisata Religi Sunan Ampel’ langsung ada dua jalan bercabang. Cabang ke kanan bernama Jl KH Mas Mansyur dan cabang ke kiri adalah Jl Panggung. Di tengah-tengah jalan bercabang itu ada sebuah menara setinggi 10 meter. Menara itu adalah menara langgar wakaf bafadol. Diperkirakan langgar atau musala itu berdiri tahun 1890-an.

Pengamat Sejarah dan Budaya Kampung Arab, Adil Al Batati menjelaskan meski langgar tersebut bukanlah satu-satunya langgar di kampung arab. Namun, langgar itu merupakan tempat utama menyambut pendatang atau masyarakat dari luar kampung arab. Ketika melihatnya, para pengunjung sudah bisa membaca bahwa masyarakat di kawasan tersebut memiliki tingkat religi yang cukup tinggi.  “Musala itu adalah langgar wakaf dari keluarga arab Bafadol,” tegas Adil.

Dari kejauhan, langgar yang berada di lantai dua itu memang terlihat tua. Menara setingga 10 meter tampak lusuh dan tidak terawat. Bentuk menara langgar bafadol sebenarnya cukup berbeda dengan menara langgar-langgar lainnya di kawasan kampung arab. Biasanya menara langgar di kawasan kampung arab cenderung berbentuk merucut, sementara bentuk menara langgar tersebut justru seperti ‘jamur’ dan lebih cenderung mendekati kebudayaan hindu. Begitupula bentuk relief di pas di bawah menaranya, bentuknya mirip dengan stupa hindu berbentuk segitiga dengan sedikit lekuk bunga.

Di lantai satu ditempati toko penjual busana muslim dan kerudung,  Untuk menuju ke langgar, para pengunjung harus naik lantai setinggi tiga meteran. tampaklah langgar tua berukuran 8 x 9 meteran. Pintunya terbuat dari kayu dan dalam langgar tersekat menjadi dua bagian. Sekat itu dipisahkan oleh tiga pintu besar berwarna coklat. Arsitektur jawa tampak kental dalam langgar yang merupakan cagar budaya tersebut. “Arsiteknya campuran Hindu dan Islam,” tandasnya.

Menurut Adil, selain menunjukkan akulturasi budaya jawa dan islam, langgar  itu juga menjadi saksi sejarah bahwa kehadiran Belanda di Indonesia tidak merusak kultur keagamaan di Jawa. “Ratu Wilhelmina dating ke jawa dan melihat langgar itu. Tidak apa-apa beribadah, dan keberagaman agama tetap ada di zaman itu,” jelasnya. Kini, fungsi bangunan itu tetap menjadi tempat ibadah. Masyarakat dan juga pedagang sering mamping ke langgar tersebut untuk beribadah.  “Langgar itu di bawah Yayasan Bafadol. Budaya di kampung arab langgar memiliki bisnis sendiri, nah toko itu adalah bisnis langgar tersebut.  Biasanya hasil sewaan toko itu untukl langgarnya,” pungkasnya. (*)



0 komentar: