Dampak Guru Tolak Mutasi Pemkot Surabaya

17.08 0 Comments

Mutasi besar-besaran yang dilakukan Pemkot Surabaya terhadap guru mendapat protes berbagai pihak, terutama para guru dan para siswa. Seperti yang dilakukan siswa SDN Kaliasin yang menggelar protes kebijakan Dispendik Surabaya itu dengan cara demo di depan sekolahnya, (Radar Surabaya, sabtu (12/1). Jika dikaji dari pasal 28 UUD 1945, aksi demontrasi para siswa itu bisa dikatakan bagus. Sebab, sejak dini anak-anak sudah diajarkan untuk mengungkapkan pendapatnya. Mereka sudah bisa menulis diatas plakat dengan kata-kata yang mereka pikirkan. Mereka juga bisa bersorak-sorak di microfon untuk menyampaikan inspirasinya.

Namun, jika kita menengok UU No 23 tahun 2002 pasal 42 tentang pelarangan anak kecil dilibatkan dalam kegiatan politik baik berupa menempel atribut, keterlibatan dalam kampanye terbuka maupun menggunakan baju partai politik. Tentu sangat ironis sekali jika guru mengikutkan para siswa menolak kebijakan Pemkot ini. Memang tak ada kata ‘aksi atau demontrasi’ dalam UU tersebut, yang ada hanya ada kata ‘kampanye’. Tapi, jika dikaji secara semantik atau bahasa makna, bisa diartikan bahwa ‘kampanye’ adalah aksi mendukung partai dengan cara ramai-ramai (KBBI, 2000;84) .

Mereka menggunakan atribut dan berbagai poster untuk menyampaikan inspirasinya. Tentu tak ada bedanya antara kata ‘demontrasi dan kampanye’. Bedanya cuma ‘kampanye’ lebih pada dukungan partai sedangkan demontrasi kepada kebijakan birokrasi.

Jika dikaji secara piskologis, aksi disertai dengan keterlibatan anak dengan membawa poster yang bertuliskan penolakan akan berdampak pada penanaman kekerasan dan kebencian terhadap kebijakan atau hal baru. Ibarat aksi teriak-teriak dan memanggil nama orang tua dengan keras, bukankah lebih baik anak-anak itu diajari menulis surat kepada Walikota Surabaya, Tri Rismaharini terkait dengan keterlibatan anak dalam menyampaikan inspirasi dengan benar. Bukan untuk menggurui, namun ada baiknya para pendidik atau guru harus memikirkan kembali dampak penolakannya dalam mengikutsertakan anak didiknya. Sebab, secara tidak langsung aksi demontrasi yang diajarkan guru akan masuk ke dalam pikiran bawah sadar mereka.

Akibatnya, kegiatan itu akan berpengaruh pada mental dan moral anak didiknya di masa yang akan datang. Meskipun ada dalih, bahwa para siswa berat ditinggalkan guru yang sudah disayanginya. Para guru yang PNS ini juga tidak bisa menolaknya. Sejak awal, mereka sudah memilih hidup dan komitmen sebagai pengabdi negara. Tentu, penolakan dengan alasan sudah lama bekerja disekolah tersebut atau umur tua tidak bisa dibenarkan.

0 komentar: