Memaknai Jarak Estetis

16.19 0 Comments


Catatan Hany Akasah

Pertemuan senja yang memanas
Kala itu bensin otak sudah menipis
Lima menit dengan Budi Darma membuat pikir kian habis
Ibarat pengucapan huruf S dan Z yang amat tipis
Ku mencoba menerawang kembali filsuf Perancis, Jacques Derrida
Tokoh dekontruksi itu menyatakan, bahwa jarak antara ujaran dan tulisan itu amatlah tipis

Namun sebetulnya jika dikaitkan antara S dan Z sangatlah jauh
Misal, dalam ujaran seseorang bisa menutupi kekurangannya dengan kata ‘ah’ apa ya’anu’itu dan lain-lainnya
Sedangkan dalam menulis kelemahan ini tak bisa ditutupi
Karena itu, kemampuan bernalar secara intelektual lebih banyak ditandai oleh penulisan, dan bukan oleh ujaran
Setiap orang berhadapan dengan sesuatu,
Pasti orang ini akan mengadakan percakapan dengan dirinya sendiri
Katakanlah, pada waktu seseorang melihat gambar gedung-gedung tua di Surabaya
Mobil berserakan dan berjumpalitan
Dia akan berujar kepada dirinya sendiri
‘Ah mengerikan benar kota ini!,’ ujaran itu bisa muncul secara impulsif, bisa pula secara kontemplatif
Setelah seseorang bicara kepada dirinya, kalau dia berniat untuk menuangkan ujarannya dalam tulisan, barulah dia menulis
Semenatara itu, tidak mungkin keluar dari ujaran terhadap dirinya sendiri yang bersifat impulsif
Kendati seseorang bisa menulis dengan lancar, dia harus mempunyai modal penting, yakni kontemplasi
Dengan adanya kontemplasi, maka ada jarak estetis antara penulis sebagai pemikir, dan tulisannya sebagai buah pemikirannya
Jarak estetis merupakan salah satu ciri menonjol untuk membentuk karakter tulisan yang menyentuh
Seperti yang, kukutip pada facabook Dindakupada 22 Oktober,
siang cinta, kota ini memang sangat panas cuacanya. namun tak menyurutkan aku dan dia untuk menjelajah kota pahlawan. duhai cinta, kami susuri salah satu sudut kota yang membuat pikiranku crowded, ah...sejenak kami terpesona dengan jalanan yang beberapa pohonnya menggugurkan dahan maupun daun, duhai cinta musim gugur di tengah garangnya cuaca. penjelajahan belum selesai, hingga sampailah kami di satu mall, ciputra world mall. duhai cinta, dia sedang liputan surabaya food festival 2012 dan aku mendampinginya dalam wisata kuliner.ah cinta, kuliner mengingatkan aku dan kau di kota kita. dan tak ketinggalan juga makanan yang gretongan kwkwkwkw ^_^
Adalah benar jika Dinda menulis liputan Surabaya Food festival 2012, tapi bisa saja tidak benar bahwa ketika ada daun yang berguguran karena Surabaya tak mengalami musim gugur
Itulah yang disebut jarak estetis
Pada hakikatnya menurut Derrida, sebuah tulisan, apapun tulisan itu berala dari percakapan diri sendiri, dan begitu percakapan dengan sendiri menjadi sebuah tulisan, pada hakikatnya tulisan adalah sebuah narasi
Tak berbeda dengan Derrida, George Santayana, Filsuf Amerika berpendapat, bahwa sebuah tulisan pada hakikatnya adalah narasi
Narasi itu bisa berupa fiksi dan non fiksi
Narasi itu ibarat musik yang indah
Dalam menghadapi sebuah tulisan atau musik, ada sebuah pencerminan pemikiran yang disebut substansi, hal itupun akan mengiringi pembaca untuk berkontemplasi kembali

0 komentar: